Selasa, 20 Desember 2011

RAMAH LINGKUNGAN


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Planet bumi tempat umat manusia sedunia melangsungkan kehidupannya saat ini sedang mengalami kerusakan pada tingkat yang sangat mengkhawatirkan. Suhu rata-rata planet bumi semakin panas, gunung es di daerah kutub meleleh sehingga menaikkan permukaan air laut, pola-pola cuaca semakin tidak teratur, perusakan hutan semakin tidak terkendali, bencana alam kian sering terjadi, krisis pangan global mulai mengancam, epidemi-epidemi baru yang sulit untuk disembuhkan terus bermunculan, ketersediaan air bersih di masa depan terancam, dan masih banyak tanda-tanda kerusakan alam yang sedang terjadi di sekitar kita. Maka dari itu kita harus menjaga dan melestarikan dengan cara ramah terhadap lingkungan, menjaga kebersihan lingkungan, menanam pohon dan masih banyak lagi cara melestarikan alam kita yang hanya punya satu-satunya ini yaitu planet Bumi.

B.     RUMUSAN MASALAH

1.      Apa yang dimaksud dengan ramah lingkungan ?
2.      Apakah Islam mengajarkan untuk ramah lingkungan ?
3.      Mengapa kita wajib menjaga lingkungan ?

C.     TUJUAN

1.      Pengertian ramah lingkungan
2.      Islam telah mengajarkan ramah lingkungan
3.      Kewajiban menjaga lingkungan






BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN RAMAH LINGKUNGAN

Ramah lingkungan adalah tidak merusak lingkungan, melainkan menjaga dan melestarikan lingkungann  tempat dimana umat manusia melangsungkan kehidupan.  Ancamam pemanasan global menjadi salah satu akibat stubborn (keras kepala)nya manusia. Padahal pemanasan global ini telah menjadi isu internasional, namun penghancuran lingkungan khususnya di Indonesia terus terjadi. Perambahan hutan dan perusakan ekosistem pesisir terus berlanjut, sementara reboisasi yang dilakukan berjalan sangat lambat, kalau tidak dikatakan hampir tidak ada.
Cuma butuh waktu kurang dari satu jam untuk menebang kayu-kayu besar di rimba, tapi butuh ratusan tahun untuk membesarkan kayu-kayu itu kembali. Demikian juga dalam hal pelestarian hutan. Hutan dapat dihanguskan dan dirusak dalam hitungan jam, baik dengan satu biji korek api atau pembalakan liar yang dilakukan dengan menggunakan teknologi modern dan lain-lain, tapi butuh waktu puluhan, bahkan ratusan tahun untuk mengembalikannya ke kondisi semula.
Salah satu masalah dan kendala sangat alert dan akut, khususnya menyangkut lingkungan hidup di Indonesia adalah ketidak-pastian hukum. Kenyataannya, sering orang mangadu tentang oknum pelaku pembalakan hutan baik melalui HPH aspal dan serupa, maupun para oknum bos pabrik yang memalsukan surat Amdal dan lainnya divonis bersalah oleh hukum “yang tidak pasti itu” dan dijebloskan ke dalam penjara. Sedang aktivitanya bebas berkeliaran dan meneruskan pengrusakan lingkungan seenaknya. Jadi, kalau aparat penegak hukum masih bisa dibeli dengan uang receh hasil perusakan lingkungan semacam itu, maka jangan pernah bermimpi lingkungan hidup -terutama hutan tropis Indonesia yang menjadi paru-paru dunia, akan lestari




B.     RAMAH LINGKUNGAN TELAH DI AJARKAN DALAM ISLAM

Firman Allah SWT Di dalam Al-Qur’an sangat jelas berbicara tentang hal tersebut. Sikap ramah lingkungan yang diajarkan oleh agama Islam kepada manusia dapat dirinci sebagai berikut :

1.                  Agar manusia menjadi pelaku aktif dalam mengolah lingkungan serta melestarikannya Perhatikan surat Ar Ruum ayat 9 dibawah ini :
 Artinya : Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi dan memperhatikan bagaimana akibat (yang diderita) oleh orang-orang sebelum mereka? orang-orang itu adalah lebih kuat dari mereka (sendiri) dan telah mengolah bumi (tanah) serta memakmurkannya lebih banyak dari apa yang telah mereka makmurkan. Dan telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata. Maka Allah sekali-kali tidak berlaku zalim kepada mereka, akan tetapi merekalah yang berlaku zalim kepada diri sendiri. Pesan yang disampaikan dalam surat Ar Ruum ayat 9 di atas menggambarkan agar manusia tidak mengeksploitasi sumber daya alam secara berlebihan yang dikwatirkan terjadinya kerusakan serta kepunahan sumber daya alam, sehingga tidak memberikan sisa sedikitpun untuk generasi mendatang. Untuk itu Islam mewajibkan agar manusia menjadi pelaku aktif dalam mengolah lingkungan serta melestarikannya.Mengolah serta melestarikan lingkungan tercermin secara sederhana dari tempat tinggal (rumah) seorang muslim. Rasulullah SAW menegaskan dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Thabrani : Dari Abu Hurairah : jagalah kebersihan dengan segala usaha yang mampu kamu lakukan. Sesungguhnya Allah menegakkan Islam di atas prinsip kebersihan. Dan tidak akan masuk syurga, kecuali orang-orang yang bersih . (HR. Thabrani). Dari Hadits di atas memberikan pengertian bahwa manusia tidak boleh kikir untuk membiayai diri dan lingkungan secara wajar untuk menjaga kebersihan agar kesehatan diri dan keluarga/masyarakat kita terpelihara.Demikian pula, mengusahakan penghijauan di sekitar tempat tinggal dengan menanamkan pepohonan yang bermanfaat untuk kepentingan ekonomi dan kesehatan, disamping juga dapat memelihara peredaran suara yang kita hisap agar selalu bersih, bebas dari pencemaran.Dalam sebuah Hadits disebutkan : Tiga hal yang menjernihkan pandangan, yaitu menyaksikan pandangan pada yang hijau lagi asri, dan pada air yang mengalir serta pada wajah yang rupawan (HR. Ahmad)

2.                  Agar manusia tidak berbuat kerusakan terhadap lingkungan Di dalam surat Ar Ruum ayat 41 Allah SWT memperingatkan bahwa terjadinya kerusakan di darat dan di laut akibat ulah manusia.

Artinya : Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Serta surat Al Qashash ayat 77 menjelaskan sebagai berikut : Artinya : Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. Firman Allah SWT di dalam surat Ar Ruum ayat 41 dan surat Al Qashash ayat 77 menekankan agar manusia berlaku ramah terhadap lingkungan (environmental friendly) dan tidak berbuat kerusakan di muka bumi ini. Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Anas, dijelaskan bahwa : Rasulullah ketika berwudhu dengan (takaran air sebanyak) satu mud dan mandi (dengan takaran air sebanyak) satu sha’ sampai lima mud’ (HR. Muttafaq ‘alaih). Satu mud sama dengan 1 1/3 liter menurut orang Hijaz dan 2 liter menurut orang Irak (lihat Lisanul Arab Jilid 3 hal 400). Padahal hasil penelitian yang dilakukan oleh Syahputra (2003) membuktikan bahwa rata-rata orang berwudhu’  sebanyak 5 liter. Hal ini membuktikan bahwa manusia sekarang cenderung mengekploitasi sumber daya air secara berlebihan, atau dengan kata lain, setiap manusia menghambur-hamburkan air sebanyak 3 sampai 3 2/3 liter setiap orangnya setiap kali mereka berwudhu’. Dalam Hadits lain yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwa Nabi pernah bersabda : Hati-hatilah terhadap dua macam kutukan; sahabat yang mendengar bertanya : Apakah dua hal itu ya Rasulullah ? Nabi menjawab : yaitu orang yang membuang hajat ditengah jalan atau di tempat orang yang berteduh’ Di dalam Hadits lainnya ditambah dengan membuang hajat di tempat sumber air. Dari keterangan di atas, jelaslah aturan-aturan agama Islam yang menganjurkan untuk menjaga kebersihan dan lingkungan. Semua larangan tersebut dimaksudkan untuk mencegah agar tidak mencelakakan orang lain, sehingga terhindar dari musibah yang menimpahnya.Islam memberikan panduan yang cukup jelas bahwa sumber daya alam merupakan daya dukung bagi kehidupan manusia, sebab fakta spritual menunjukkan bahwa terjadinya bencana alam seperti banjir, longsor, serta bencana alam lainnya lebih banyak didominasi oleh aktifitas manusia. Allah SWT Telah memberikan fasilitas daya dukung lingkungan bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, secara yuridis fiqhiyah berpeluang dinyatakan bahwa dalam perspektif hukum Islam status hukum pelestarian lingkungan hukumnya adalah wajib (Abdillah, 2005 : 11-12).

3.                   Agar manusia selalu membiasakan diri bersikap ramah terhadap lingkungan Di dalam Surat Huud ayat 117, Allah SWT berfirman :

Artinya : Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan. Fakta spritual yang terjadi selama ini membuktikan bahwa Surat Huud ayat 117 benar-benar terbukti. Perhatikan bencana alam banjir di Jakarta, tanah longsor yang di daerah-daerah di Jawa Tengah, intrusi air laut, tumpukan sampah dimana-mana, polusi udara yang tidak terkendali, serta bencana alam di daerah atau di negara lain membuktikan bahwa Allah akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, melainkan penduduknya terdiri dari orang-orang yang berbuat kebaikan terhadap lingkungan.Dalam suatu kisah diriwayatkan, ada seorang penghuni surga. Ketika ditanyakan kepadanya perbuatan apakah yang dilakukannya ketika di dunia hingga ia menjadi penghuni surga?. Dia menjawab bahwa selagi di dunia, ia pernah menanam sebuah pohon. Dengan sabar dan tulus, pohon itu dipeliharanya hingga tumbuh subur dan besar. Menyadari akan keadaannya yang miskin ia teringat bunyi sebuah hadits Nabi, “Tidak seorang muslim yang menanam tanaman atau menyemaikan tumbuh-tumbuhan, kemudian buah atau hasilnya dimakan manusia atau burung, melainkan yang demikian itu adalah shodaqoh baginya”. Didorong keinginan untuk bersedekah, maka ia biarkan orang berteduh di bawahnya, dan diikhlaskannya manusia dan burung memakan buahnya. Sampai ia meninggal pohon itu masih berdiri hingga setiap orang (musafir) yang lewat dapat istirahat berteduh dan memetik buahnya untuk dimakan atau sebagai bekal perjalanan. Burung pun ikut menikmatinya. Riwayat tersebut memberikan nilai yang sangat berharga sebagai bahan kontemplasi, artinya dengan adanya kepedulian terhadap lingkungan memberikan dua pahala sekaligus, yakni pahala surga dunia berupa hidup bahagia dan sejahtera dalam lingkungan yang bersih, indah dan hijau, dan pahala surga akhirat kelak di kemudian hari.Untuk mendapatkan dua pahala tersebut seorang manusia harus peduli terhadap lingkungan, apalagi manusia telah diangkat oleh Allah sebagai khalifah. Hal ini dapat dilihat pada surat Al-Baqarah ayat 30 berikut : “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Kekhalifahan menuntut manusia untuk memelihara, membimbing dan mengarahkan segala sesuatu agar mencapai maksud dan tujuan penciptaanNya. Karena itu, Nabi Muhammad SAW melarang memetik buah sebelum siap untuk dimanfaatkan, memetik kembang sebelum mekar, atau menyembelih binatang yang terlalu kecil. Nabi Muhammad SAW juga mengajarkan agar selalu bersikap bersahabat dengan segala sesuatu sekalipun tidak bernyawa. Al-Qur’an tidak mengenal istilah “penaklukan alam” karena secara tegas Al-Qur’an menyatakan bahwa yang menaklukan alam untuk manusia adalah Allah. Secara tegas pula seorang muslim diajarkan untuk mengakui bahwa ia tidak mempunyai kekuasaan untuk menundukkan sesuatu kecuali dengan penundukan Allah SWT.

Islam mengajarkan hidup selaras dengan alam. Banyak ayat Alquran maupun hadis yang bercerita tentang lingkungan hidup. Dan kitab fikih yang menjadi penjabaran keduanya, masalah lingkungan ini masuk dalam bidang jinayat (hukum). “Artinya, kalau sampai ada seseorang menggunduli hutan dan merusak hutan, itu harus diberlakukan sanksi yang tegas.

Dalam Alquran ada ayat yang mengatakan ”Laa tufsiduu fil ardhi ba’da ishlahiha (jangan merusak alam ini, merusak bumi ini sesudah ditata sedemikian baik). Sekarang orang mengatakan teorinya keseimbangan, itu sebenarnya yang dimaksud dengan kata-kata ba’da ishlaahiha. Jadi kalau berbicara mengenai lingkungan alam, itu bagi Islam sejak awal sudah dibicarakan. Dunia Barat, dunia modern baru ribu dengan masalah lingkungan alam baru di penghujung abad ke-20. Sebelumnya mereka sudah merusak alam.

Bumi dan semua isi yang berada di dalamnya pada hakikatnya diciptakan Allah untuk manusia (QS. 2: 29). Segala yang manusia inginkan yang ada di langit dan bumi, daratan dan lautan, sungai-sungai, matahari dan bulan, malam dan siang, tanaman dan buah-buahan, binatang melata dan binatang ternak semuanya diciptakan untuk (QS. 6:141).
Selain konsep berbuat kabajikan terhadap lingkungan yang disajikan al-Quran, Rasulullah SAW memberikan teladan untuk mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat diperhatikan dari hadist-hadist Nabi, seperti hadist tentang pujian dan ampunan Allah kepada orang yang menyingkirkan duri dari jalan; menyingkirkan gangguan dari jalan adalah sedekah, menyingkirkan gangguan dari jalan adalah sebagian dari iman, dan menyingkirkan gangguan dari jalan adalah perbuatan baik.
Di samping itu, Rasulullah melarang merusak lingkungan, mulai dari perbuatan yang sangat kecil dan remeh seperti melarang membuang kotoran (manusia) di tempat yang dapat mengganggu manusia. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi bersabda, “Hati-hatilah terhadap dua macam kutukan”. Sahabat bertanya, “apakah dua hal itu ya Rasulullah?” Nabi menjawab, “yaitu orang yang membuang hajat di tengah jalan atau di tempat orang yang berteduh”. Di dalam hadits lainnya ditambah dengan membuang hajat di tempat sumber air.
Rasulullah juga sangat peduli terhadap kelestarian satwa, sebagaimana diceritakan dalam hadits riwayat Abu Daud. Rasulullah menegur seorang sahabat yang pada saat perjalanan mengambil anak burung dari sarangnya. Karena anaknya diambil, maka sang induk burung mengikuti terus kemana rombogan itu berjalan. Melihat yang demikian, Rasulullah mengatakan “siapakah yang telah menyusahkan induk burung ini dan mengambil anaknya? Kembalikanlah anak-anak burung tersebut kepada induknya!”
Dari keterangan di atas, jelaslah aturan-aturan agama Islam yang menganjurkan untuk menjaga kelestarian lingkungan. Semua aturan tersebut dimaksudkan untuk mencegah agar manusia terhindar dari musibah yang menimpanya. Islam memberikan panduan yang jelas bahwa sumber daya alam merupakan daya dukung bagi kehidupan manusia yang harus dipelihara dengan sebaik-baiknya. Sebab jika tidak, maka rentetan bencana alam seperti banjir, longsor, kebakaran, kekeringan dan berbagai bencana alam lainnya akan menjadi konsekuensinya.
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS. 30:41).
Berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah di atas, maka dalam berinteraksi dan mengelola alam serta lingkungan hidup itu, manusia mengemban tiga amanat dari Allah.
1)      al-intifa’ yaitu Allah mempersilahkan kepada umat manusia untuk mengambil manfaat dan mendayagunakan hasil alam dengan sebaik-baiknya demi kemakmuran dan kemaslahatan.
2)      al-i’tibar yaitu manusia dituntut untuk senantiasa memikirkan dan menggali rahasia di balik ciptaan Allah seraya dapat mengambil pelajaran dari berbagai kejadian dan peristiwa alam.
3)      al-islah yaitu manusia diwajibkan untuk terus menjaga dan memelihara kelestarian lingkungan itu.


C.    KEWAJIBAN MENJAGA LINGKUNGAN

Melalui Kitab Suci Al-Qur’an, Allah telah memberikan informasi spiritual kepada manusia untuk bersikap ramah terhadap lingkungan. Informasi tersebut memberikan sinyalamen bahwa manusia harus selalu menjaga dan melestarikan lingkungan agar tidak menjadi rusak, tercemar bahkan menjadi punah, sebab apa yang Allah berikan kepada manusia semata-mata merupakan suatu amanah.

Islam adalah agama yang sangat memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan. Banyak ayat-ayat al-Qur’an dan as-Sunnah yang membahas tentang lingkungan. Pesan-pesan al-Qur’an mengenai lingkungan sangat jelas dan prospektif. Dalam pandangan Islam, manusia adalah makhluk terbaik di antara semua ciptaan Tuhan (QS. 95:4; 17:70) yang diangkat menjadi khalifah (QS. 2:30) dan memegang tanggung jawab mengelola bumi dan memakmurkannya (QS. 33:72).

Sebagai khalifah di muka bumi, manusia diperintahkan beribadah kepada-Nya dan diperintah berbuat kebajikan dan dilarang berbuat kerusakan, “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan” (QS. 28:77).
Allah SWT telah memberikan fasilitas daya dukung lingkungan bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, dalam perspektif hukum Islam dapat dinyatakan bahwa status hukum pelestarian lingkungan adalah wajib bagi setiap individu. Dengan demikian, manusia dituntut untuk selalu membiasakan dirinya agar bersikap ramah terhadap lingkungan.


BAB III
PENUTUP

Masalah lingkungan adalah berbicara tentang kelangsungan hidup (manusia dan alam). Melestarikan lingkungan sama maknanya dengan menjamin kelangsungan hidup manusia dan segala yang ada di alam dan sekitarnya. Sebaliknya, merusak lingkungan hidup, apapun bentuknya, merupakan ancaman serius bagi kelangsungan hidup alam dan segala isinya, tidak terkecuali manusia. Allah SWT telah memberikan fasilitas daya dukung lingkungan bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, dalam perspektif hukum Islam dapat dinyatakan bahwa status hukum pelestarian lingkungan adalah wajib bagi setiap individu. Dengan demikian, manusia dituntut untuk selalu membiasakan dirinya agar bersikap ramah terhadap lingkungan.


SARAN
*      Sikap ramah lingkungan harus tumbuh dari diri kita sendiri, kita harus sadar bahwa “saya  adalah bagian dari lingkungan”.
*      Tidak selalu mengandalkan orang lain untuk menjaga dan melestarikan lingkungan
*      Menanam pohon minimal di lahan rumah sendiri
*      Ikut serta dalam pelestarian hutan dan lingkungan hidup
*      Tidak merusak lingkungan sekecil apapun, ex. Menebang pohon liar, membuang sampah sembarangan, menggunakan kendaraan bermotor berlebihan dll.








DAFTAR PUSTAKA

§      Abdillah, M. 2005. Fikih Lingkungan.  UPP AMP YKPN, Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar